Jumat, 09 Juni 2017

Waktu yang Tepat

Sahur 8 Ramadhan 1432 H adalah momen bahagia bagi saya dan suami. Detik itu juga kami resmi menjadi seorang Umi dan Abi. Suara tangis membahana di sebuah klinik bidan di sudut payakumbuh disertai dengan tawa bahagia tante, nenek dan kakek dan tentu saja ortu jagoan kecil tersebut. Yup..selain kami berdua yang berubah status, saat itu ortu kami pun resmi menyandang status kakek dan nenek.

Perjalanan mendapatkan buah cinta ini tidak bisa dibilang mudah namun tidak bisa juga dibilang sulit. Bayi merah yang bernama Fadhil Fayyad Hamizan tersebut harusnya menjadi anak kedua kami. Dua bulan setelah menikah saya dinyatakan positif hamil. Alhamdulillah wa syukurillah karunia yang tidak terkira kami rasakan saat itu. Apalagi saat itu saya sedang menyiapkan seminar hasil tesis saya. Sudah terbayang dalam ingatan kala itu betapa seksi dan cantiknya saya saat wisuda dengan perut yang pasti semua wanita mengidamkan untuk merasakannya.

Kebahagian itu ternyata tidak berlangsung lama. Allah ternyata sudah punya rancangan lain untuk kami. Kita manusia hanya bisa berencana namun yang akan berlaku adalah rencana dari Allah. Dan Allah sebaik2 penyusun rencana (QS. Ali Imran : 54). Satu minggu berselang setelah seminar, saya mengalami pendarahan dan harus dirawat serta dilanjutkan dengan bedrest selama 2 minggu lebih. Suami senantiasa mendampingi, kala itu saya menjadi orang terlemah. Tidak boleh sama sekali bergerak turun dari tempat tidur. Jika bergerak maka darah yang keluar akan bertambah. Suami lah yang menyuapi, membersihkan dan selalu menguatkan saya.

Sepertiga malam medio Juni 2010, saya merasakan sakit perut yang luar biasa. Serasa ada yang mengacak-ngacak perut dan memaksa keluar. Lantunan dzikir terus terucap dari bibir dan berusaha untuk tetap tenang. Saya meminta suami untuk shalat tahajud. Disaat suami shalat terasa ada sesuatu yang keluar, rasanya seperti darah haid yang keluar. Tiba-tiba sakit perut saya hilang. Saya tidak berani untuk langsung melihatnya saat itu. Saya belum siap dan memutuskan untuk melanjutkan tidur. Saat suami bertanya pun saya bilang kalau sudah tidak sakit perut lagi. Pagi harinya, saya langsung ke kamar mandi. Segumpalan darah besar teroongok di depan mata saya. Kami langsung memutuskan ke dokter dan benar saja gumpalan darah itu adalah janin kami. Saat itu janin kami berusia 7 minggu. Rasa sedih menyelimuti, suami menguburkannya di belakang rumah. Beberapa hari saya seperti orang aneh, suka nangis dan ngomong sendiri di depan "makam" janin kami. Butuh waktu yang cukup lama buat saya bangkit kembali. Ada juga semacam perasaan khawatir apakah saya akan diamanahi lagi sama Allah atau tidak. Suami yang selalu membesarkan hati dan membantu saya untuk bangkit kembali agar segera menyelesaikan studi yang tinggal satu tahap lagi untuk kelulusan.

Enam bulan berselang dari kejadian tersebut, Allah kembali mengamanahi kami benih dalam rahim saya. Meskipun saya tidak jadi wisuda dengan perut seksi, saya tetap bangga bisa melewati semua proses tersebut. Mungkin ini lah yang dipersiapkan Allah buat keluarga kecil kami, mengamanahi kami seorang anak diwaktu yang tepat. Iya waktu yang tepat, dimana saya sudah menyelesaikan tugas belajar saya sehingga tidak stress dan fokus pada keluarga dan saat kami sudah mampu menyediakan rumah mungil untuk tumbuh kembang anak-anak kami.

Setiap kehamilan punya cerita. Meskipun berkembang dalam rahim yang sama, kisahnya pasti akan berbeda. Alhamdulillah anak pertama dan kedua saya lewati dengan persalinan normal dalam waktu yang cepat. Kurang dari satu jam mulai dari pembukaan awal sampai lahir. Sekarang lagi menikmati kembali tumbuh kembang embrio dalam rahim. Semoga sehat selalu dan lahir dengan sehat lengkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lelaki Ku

Terpisah jarak dan waktu dari orang yang dicinta Pergi jauh dari tanah kelahiran demi wujudkan cita Tekad membaja sebagai bekal diri ...