Rabu, 31 Mei 2017

TANTANGAN 10 HARI KOMUNIKASI PRODUKTIF : Abang Pasti Bisa

 Game kelas Bunda Sayang

 Umi (U) : Abang tahun ini mulai belajar puasa penuh ya?
Abang (A) : Mmm.. ga mau ah mi. puasa itu capek.
U : Iya sih, puasa itu memang capek. Menahan lapar dan haus. Tapi kita harus coba dulu ya. Tahun lalu kan abang sudah nyoba. Apalagi bentar lagi udah mau SD, belajar puasa sampai maghrib ya nak.
A : Iya mi.

Perjuangan puasa di hari pertama dimulai. Pas di bangunin sahur Alhamdulillah lancar. Makan pun berjalan lancar.Sekitar jam 12 siang, drama dimulai 😊. Tiap menit liatin jam bergerak. Terus komen,koq lama banget geraknya? Bolak-balik bilang lapar. Udah detik2 mau buka bilang pusing mi,sakit perut . Sabar ya bang. Diajakin nyiapin makanan. Eh g kerasa beduk. Langsung deh abang menyantap es 🍨 dan nasi goreng + udang 🍱

Teringat saat saya belajar puasa seusia abang. Selalu diiming2i bonus oleh ortu 😊 berlanjut sampai SD dan sampai akhirnya sadar sendiri klo puasa itu salah satu kewajiban orang yg beriman πŸ˜‡ Hal yang sama pun kami terapkan pada fayyad. Namanya anak2, pasti senang diapresiasi apa yang dilakukannya dan pengennya rewardnya real . Tapi yang paling penting tidak ada unsur pemaksaan, semua pasti bertahap. Tahun ini abang belajar puasa penuh karena Ramadhan tahun lalu pun abang mampu 2 hari. Selanjutnya cuma setengah hari karena memang tidak sanggup. Tidak ada sesuatu pun yang akan menjadi BISA tanpa PEMBIASAAN yang mendidik.

Namun, penting juga menanamkan pada anak urgensi puasa. Setiap fayyad ngeluh lapar maka akan kami ingatkan, betapa kita harus bersyukur. Masih bisa makan tiap hari, ada orang yang terpaksa puasa tiap hari karena memang tidak ada makanan yang mau dimakan dst... Saya juga pernah memperlihatkan pada fayyad video sistem pencernaan manusia. Betapa kasiannya lambung kalo tidak pernah istirahat. Nah, kalau puasa lambung kita bisa bersih karena dia ada waktu istirahat.  Ternyata video ini membekas sama fayyad.padahal sudah ditonton setahun lalu. Buktinya tadi di tes masih ingatπŸ–’πŸ˜Š


Abang tertidur pulas setelah buka hari 1.

Alhamdulillah sampai hari ke-5 Ramadhan puasa abang Fayyad masih full. Buat kami, puasa ini menjadi salah satu ajang pembelajaran buat anak-anak. Banyak manfaat yang dapat diambil. Dengan puasa ini abang juga jadi paham kalau agama ini beragam. Ada agama lain yang tidak puasa. Satu kalimat fayyad yang membuat saya meleleh yaitu : "Umi abang mau puasa buat ngumpulin piala untuk kita berkumpul di Surga nantinya " (Amiin YRA😒😊 ) Semoga jadi anak yg sholih dan mensholihkan ya nak.

#level1
#day1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif, Komunikasi Efektif

Seberapa pentingnya komunikasi? Dari komunikasi, orang dewasa dan anak-anak belajar tentang agama, values, dan sebagainya. Komunikasi juga menentukan konsep diri anak/ self concept yang nantinya akan menentukan harga diri/ self value dan percaya diri/ self confidence anak. Inilah mengapa materi Komunikasi Produktif menjadi awal dari segala materi. 

Kunci dalam komunikasi ialah perasaan. Jika ingin nasehat atau pesan kita diterima oleh orang lain terutama anak kita, yang diperlukan ialah memahami perasaannya terlebih dahulu. Karena pada dasarnya, manusia memiliki lima kebutuhan dasar dalam komunikasi yaitu agar perasaannya Di dengar, Di kenali, Di terima, Di mengerti, dan Di hargai (5D) yang merupakan kunci komunikasi. Kadang secara tidak sengaja kita salah berbicara kepada anak untuk mendapatkan hasil instan (misal: agar anak cepat diam dari tangisnya). Kesalahan Komunikasi ini menimbulkan dampak yang disebut dengan Verbal Abuse, meski terjadi secara tidak sengaja tetapi hal ini dapat merusak jiwa anak dan efeknya baru terlihat dalam jangka panjang. Berikut akibat kesalahan komunikasi pada anak: ♻ Melemahkan konsep diri ♻ Membuat anak diam, melawan, tidak perduli, sulit diajak kerjasama ♻ Menjatuhkan harga dan kepercayaan diri anak ♻ Kemampuan berfikir menjadi rendah ♻ Tidak terbiasa memilih dan mengambil keputusan bagi diri sendiri ♻ Iri ♻ Menjadi generasi yang BLAST (teori Mark Kaselmen) merupakan singkatan dari Boring-Lonely-Angry/Afraid-Stress-Tired yang akhirnya mengakibatkan beberapa penyimpangan sosial. Selain kata-kata, yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi ialah bahasa tubuh. “Action is louder than words” 

 Lalu bagaimana cara berkomunikasi yang baik, benar dan menyenangkan pada anak ?
 (Langkah-langkah berikut ini pada dasarnya bisa digunakan kepada siapa saja lawan bicara kita) 

 1. Jangan bicara tergesa-gesa 
 Siapa yang tidak pernah merasa bahwa waktu “sempit” atau “sedikit”? Tapi bicara tergesa-gesa akan membuat pesan yang kita sampaikan gagal diterima otak anak. Hindari bicara tergesa-gesa,  apalagi sambil marah-marah dengan muka garang tanpa senyum. Bahkan jika bisa, cobalah tersenyum. Senyum dapat mengaktifkan hormon seretonin yang membuat kita merasa senang. Ingat, jika perasaan senang, otak bisa menyerap lebih banyak! 

 2. Ingat: Setiap pribadi unik 
 Hargai setiap pribadi lawan bicara kita. Allah telah menciptakan setiap manusia unik dan berbeda-beda (lihat QS 3:6), maka jangan samakan dirinya dengan kita apalagi orang lain.

 3. Kenali diri sendiri dan anak 
Kebanyakan orang yang belum mengenal diri masih terpaku dengan rutinitas. Masih ingat aktifitas dinamis? Orang yang telah banyak mengelola aktifitas dinamis bisa jadi telah lebih dulu mengenal siapa dirinya (be do have). Sehingga mereka cenderung mudah memanage diri, waktu dan kondisi di sekitar mereka. Karena itu, ambillah waktu untuk mengenali diri sendiri dan anak atau siapapun orang terdekat kita. Dengan lebih mengenal anak, akan lebih mudah kita berkomunikasi dengannya. Sisihkan waktu tertentu untuk bisa berduaan hanya dengan anak/pasangan.

 4. Pahami perbedaan needs dan wants 
Setiap pribadi unik, begitu juga dengan kebutuhan (needs) dan kemauan (wants) -nya. Bedakan kebutuhan dan kemauan kita dengan anak. Misalnya, anak mau bermain terus, namun ia butuh mandi atau makan. Coba pahami kemauannya, selami dunianya, baru kemudian beritahu anak apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhannya.  

5. Pahami “Masalah Siapa?” 
  Siapa yang sebenarnya memiliki masalah? Saya atau anda? Kadang, kita mencampurkan masalah kita dengan orang lain, atau masalah orang lain dengan kita. Sebelum berkomunikasi, analisa siapakah yang bermasalah? Apakah perlu dibantu atau tidak? Misal ketika anak dihadapkan pada suatu masalah, ini adalah kesempatan anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan (BMM). Jika anak dibimbing untuk membuat pilihan dan mengambil keputusan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab. 

 6. Baca bahasa tubuh 
Bahasa tubuh lebih nyaring dari kata-kata. Dalam komunikasi 55% berisi bahasa tubuh, 38% nada suara dan sisanya hanya 7% yang ditentukan oleh kata-kata. Karena itu, bahasa tubuh tidak pernah bohong. Baca bahasa tubuh anak untuk mengerti apa yang ia rasakan.

 7. Dengarkan Perasaan 
Kunci komunikasi ialah perasaan. Maka cobalah dengar perasaannya dengan menebak apa yang sedang ia rasakan dari bahasa tubuhnya. Misalnya, “Adik sedang kesal/marah/jengkel ya?”, “Adik sedih ya karna mainannya hilang?”. Dengan menerima perasaan anak, anak mau membuka diri, mengeluarkan emosi dan masalahnya. Dengan mengetahui apa masalahnya, kita dapat membantu anak untuk menyelesaikan masalah tersebut.

 8. Mendengarkan dengan aktif
  Jadilah cermin ketika anak bercerita tentang masalahnya. Tunggu dan eksplore perasaannya hingga tuntas, dan berikan respons yang sesuai seperti, “Oooh.. Begitu ya?” “Terus?” “Kamu kesal sekali ya?”. Sediakan ruang bagi emosinya. Jika emosinya sudah mengalir, maka korteks otaknya siap bekerja. Selanjutnya, anak akan lebih mudah menerima informasi dan pesan dari kita. 

 9. Hindari 12 gaya populer (parenthogenic) 
Tanpa kita sadari, secara turun temurun 12 gaya komunikasi ini sering kita gunakan dalam percakapan sehari-hari. Ketika anak sedang atau tidak bermasalah pun, jika kita sering meresponnya dengan menggunakan 12 gaya populer ini, anak akan merasa TIDAK percaya dengan emosi atau perasaannya sendiri. Berikut ialah contoh-contoh 12 gaya populer: 1⃣Memerintah, contoh: “Mama tidak mau dengar alasan kamu, sekarang masuk kamar dan bereskan kamarmu!” 2⃣Menyalahkan, contoh: Ketika anak tidak bisa mengerjakan soal PRnya, ayah berkata, “Tuh kan. Itulah akibatnya kalau kamu tidak mendengarkan Ayah dan malas belajar” 3⃣Meremehkan, contoh: “Masak pakai sepatu sendiri saja tidak bisa, bisanya apa dong Kak?” 4⃣Membandingkan, contoh: “Kok kamu diminta naik ke panggung saja tidak mau sih Kak, tuh lihat Andi saja mau” 5⃣Memberi cap, contoh:”Dasar anak bodoh, disuruh beli ini saja salah!” 6⃣Mengancam, contoh: “Kalau kamu tidak mau makan lagi, kamu tidak akan dapat uang jajan selama seminggu!” 7⃣Menasehati, contoh: “Makanya, kalau mau makan cuci tangannya dulu, nak… Tangan kan kotor banyak kumannya…” 8⃣Membohongi, contoh: “Disuntik tidak sakit kok nak, seperti digigit semut aja kok” 9⃣Menghibur, contoh: Ketika adik menemukan bahwa es krim nya dimakan oleh kakaknya tanpa sepengetahuannya, bunda berkata, “Sudah ya sayang, besok bunda belikan lagi es krimnya, lebih enak dari yang dimakan kakak tadi” πŸ”ŸMengeritik, contoh: “Lihat tuh! Masak mengepel masih kotor dimana-mana begitu. Mengepelnya yang benar dong!” 1⃣1⃣Menyindir, contoh: “Hmmm… Pintar ya? Sudah mandi, sekarang main tanah dan pasir lagi” 1⃣2⃣Menganalisa, contoh: “Kalau begitu, yang mengambil bukumu bukan temanmu, mungkin kamu tinggalkan di tempat lain…” Aha! makin banyak yang harus kita perbaiki ya, ayo lanjutkan tantangan 10 hari teman-teman, dengan kualitas komunikasi yang semakin bagus. 

 10. Gunakan “Pesan Saya” 
Jika kita yang memiliki masalah terhadap anak, gunakanlah “pesan saya” atau “i-message” yaitu dengan: “Ayah/Ibu merasa …. (isi perasaan kita) Kalau kamu …. (isi perilaku anak) Karena… (isi konsekuensi terhadap diri sendiri/orangtua/orang lain” Contoh: “Ayah merasa marah kalau kamu tidak mendengarkan ayah bicara karena itu membuat ayah merasa tidak berharga“. “Pesan saya” memisahkan antara masalah dengan diri anak. Bedakan dengan “pesan kamu”. Pesan kamu menggunakan kamu (yaitu anak) sebagai subjek masalah misalnya, “Kamu tidak pernah mendengarkan ayah!“. Dalam “pesan kamu”, anak tidak bisa membedakan mana masalahnya dan mana dirinya. Hal tersebut jika terus menerus dapat melemahkan konsep diri anak.

 /Tim Fasilitator Bunda Sayang 2/ Sumber Informasi: Catatan Seminar Elly Risman, artikel Cemilan Rabu Bunda Sayan Batch#1



KOMUNIKASI PRODUKTIF


 
 
Institut Ibu Profesional

Materi Kelas Bunda Sayang sesi #1


KOMUNIKASI PRODUKTIF


Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi yang produktif,  agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan,  baik kepada diri sendiri,  kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.


KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI


Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.


Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.


Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir  dan cara kita berpikir


Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.


Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda


Kata  masalah gantilah dengan tantangan


Kata Susah gantilah dengan Menarik


Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu


Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi.



Tapi jika kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi.



Pemilihan diksi (Kosa kata) adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya



Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.



Jika diri kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.



KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN


Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.



Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.



Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.



FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.



FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.



FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.



Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.



Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.



Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA



Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu,  pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.



Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.



Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi



Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.

Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.



Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.



Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.



Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.



Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:



1. Kaidah 2C: Clear and Clarify


Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.



Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.



2. Choose the Right Time


Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.



3. Kaidah 7-38-55


Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.



Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).


Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?


Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.


4. Intensity of Eye Contact


Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati



Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.



5. Kaidah: I'm responsible for my communication results


Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.


Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.



Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.



KOMUNIKASI DENGAN ANAK


Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.


Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy



Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.


Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.


Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.


Bagaimana Caranya ?


a. Keep Information Short & Simple (KISS)


Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk


⛔Kalimat tidak produktif :

“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.



✅Kalimat Produktif :

“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”  ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)


b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah


Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh


⛔Kalimat tidak produktif:

“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)


✅Kalimat Produktif :

“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)


Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.


c.  Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan


⛔Kalimat tidak produktif :

“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”


✅Kalimat produktif :

“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”


d.  Fokus ke depan, bukan masa lalu


⛔Kalimat tidak produktif :

“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”


✅Kalimat produktif :

“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”


e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”


Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.


f. Fokus pada solusi bukan pada masalah


⛔Kalimat tidak produktif :

“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”


✅Kalimat produktif:

“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.



g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan


Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.


⛔Pujian/Kritikan tidak produktif:


“Waah anak hebat, keren banget sih”

“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”


✅Pujian/Kritikan produktif:

“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”


“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”


h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman


⛔Kalimat Tidak Produktif:

“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”


✅Kalimat Produktif:

“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.


I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi


⛔Kalimat tidak produktif :

“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?

✅Kalimat produktif :

“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya  bahagia sekali di sekolah,  boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”


j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati


⛔Kalimat tidak produktif :

"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"


✅kalimat produktif :

kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?


k. Ganti perintah dengan pilihan


⛔kalimat tidak produktif :

“ Mandi sekarang ya kak!”


✅Kalimat produktif :

“Kak 30 menit  lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi,  baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat




Salam Ibu Profesional,



/Tim Bunda Sayang IIP/


Sumber bacaan:

Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book, paperback,2000


Dodik mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015



Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 201 4


Hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari
 
 
πŸŽ€ 

Lelaki Ku

Terpisah jarak dan waktu dari orang yang dicinta Pergi jauh dari tanah kelahiran demi wujudkan cita Tekad membaja sebagai bekal diri ...